Fajarsultra.com,-
Kendari,- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta Pemerintah Daerah (Pemda) seluruh Indonesia untuk mengendalikan dan menaikkan menjadi skala prioritas penanganan TBC di wilayahnya masing-masing.
Hal tersebut disampaikan Mendagri saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkai dengan penanggulangan Tuberkolosis (TBC) secara _virtual_, Senin (10/06/24).
Pada Rakor tersebut, Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan estimasi kasus dan kematian tertinggi kedua di dunia penyakit TBC setelah India, perhitungan 1.040.000 kasus dengan kematian 134.000 kasus.
Sejalan dengan data Menko PMK, Menkes Budi Gunadi memaparkan bahwa pada tahun 2022 lalu, diestimasikan 10,6 juta orang menderita penyakit TBC, dimana 1,3 juta diantaranya wafat karna penyakit tersebut.
Didasari data yang dipaparkan oleh 2 (dua) Menteri tersebut, Mendagri dalam arahannya mengatakan agar pemerintah daerah bersinergi untuk menanggulangi TBC di daerahnya.
“Para Kepala Daerah agar menaikkan penanggulangan TBC ini menjadi skala prioritas, terus bekerja sama dan bersinergi dengan pihak terkait. Waspadai penyakit TBC ini pada usia produktif, jangan sampai hal ini menjadi beban demografi bukan bonus demografi,” tegas Tito.
“Segera buat Tim penanganan TBC daerah. Saya juga akan terbitkan SE untuk _guidance_ pelaksanaan tugas tim penanganan TBC daerah sebagai dasar pembiayaan tim melalui APBD dan atau anggaran lain serta langkah teknis lainnya,” tambahnya.
Menanggapi arahan Mendagri, Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Andap Budhi Revianto mengatakan bahwa saat ini jumlah kasus TBC di Provinsi Sultra sebanyak 2024 pasien. Dimana kasus terbanyak berada di Kota Kendari sebanyak 453 pasien, dan kasus terendah di Kabupaten Konawe Kepulauan sebanyak 21 pasien.
“Untuk tingkat kesembuhan tertinggi berada di Kabupaten Buton Tengah sebesar 91%, dan untuk yang terendah di Kabupaten Konawe Utara sebesar 59%. Sedangkan angka kematian tertinggi di Muna sebesar 10%, dan yang terendah di Buton Selatan sebesar 2%,” ungkapnya.
“Saat ini angka kematian akibat TBC di Provinsi Sultra sebesar 6%. Kami akan terus berupaya dengan langkah-langkah strategis untuk menekan angka di bawah target yakni 5%,” ujar Andap optimis.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam penanggulangan TBC di Sultra yakni faktor SDM, logistik, laboratorium yang memadai, serta program yang belum optimal di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
Andap juga akan berkolaborasi dengan seluruh pihak terkait untuk menindaklanjuti arahan Mendagri dengan langkah-langkah yang akan dilaksanakan, yakni :
1. Pembentukan koalisi organsisasi TBC di tingkat Provinsi dan Kab/Kota;
2. Memperluas layanan diagnosa dengan ketersediaan mesin test cepat molekuler hingga level Puskesmas;
3. Memperluas layanan pengobatan pasien resisten obat di 5 Kab/Kota;
4. Memaksimalkan dukungan partner konsorsium penabulu dengan mendorong ekspansi ke Kab/Kota lainnya;
5. Bimtek dalam rangka mendorong Kab/Kota untuk maksimalkan APBD II guna penanganan program TBC;
6. Mendukung program inovasi untuk dilakukan percontohan bagi Kab/Kota lainnya.
“Intinya, kami akan terus melakukan _action_ untuk menindaklanjuti arahan Pak Mendagri dalam hal penanggulangan TBC di Provinsi Sultra. Terkait 6 (enam) langkah tindaklanjut akan terus kami _report_ perkembangannya sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas,” tutup Andap.