FAJARSULTRA.CO KENDARI,-Mendengar terjadinya ricuh demo tambang di Sultra, yang melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja, Aparat Kepolisian dan Pihak Demonstran beberapa Pada Rabu 06 Maret 2019, di kantor Gubernur Sultra, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) langsung mengutus Tim dari Direktorat Polisi Pamong Praja (Dit. Pol PP) dan Linmas Direktorat Jendral Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan investasi dan evaluasi atas kejadian tersebut.
Hasilnya, Tim yang dipimpin Kasubdit Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Polisi pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) pada Dirjen Bina Administrasi Wilayah Kemendagri, Bimo Aryo Tedjo, ini mengumpulkan sejumlah informasi dan fakta-fakta kejadian.
“Hasilnya, berdasarkan komunikasi Tim Dit Pol PP Kemendagri dengan tim intel Satpol PP Provinsi Sultra bahwa para pengunjuk rasa pada tanggap 6 Maret 2019 sebelum tiba di Kantor Gubernur sudah mempersiapkan senjata berupa potongan kayu dan batu yg disimpan dalam tas, bahkan tangkai bendera yg berjumlah puluhan dipersiapkan sebagai senjata pemukul. Jumlah pengunjuk rasa dalam izin sebanyak 300 orang, namun kenyataannya yang datang diperkirakan 400 sampai dengan 500 orang,” katanya. Minggu (10/03/2019).
Selain itu, Merujuk Pergub Nomor 19 Tahun 2016 tentang protap penanganan unjuk rasa di lingkup Pemprov Sultra. Pengunjuk rasa dianggap sudah sangat melanggar, sebab mereka diterima seharusnya di protal 1 atau pintu Gerbang masuk Kantor akan tetapi masa aksi menerobos masuk kedalam kompleks perkantoran.
“Sampai didalam Plt.Kadis Pertambangan dan SDA, dalam hal itu yang mewakili gubernur sudah menerima mereka dengan baik dan memberi penjelasan namun para pengunjuk rasa tidak terima penjelasan kadis pertambangan dan mendesak ingin menduduki kantor Gubernur sampai tuntutan mereka dikabulkan yaitu Surat Izin Usaha Pertambangan (SIUP) di pulau Wawonii dicabut/dibatalkan.
Akhirnya, lanjut dia, pimpinan masa aksi memerintahkan massanya untuk menduduki kantor gubernur maka terjadilah dorong mondorong antara massa pengunjuk rasa dan pengamanan yang terdiri dari Pasukan POL PP dan POLRI yang kebetulan saat itu hadir Waka Polda dan Kapolres Kendari. Setelah terjadi dorong mondorong dari kedua belah pihak, pihak pengunjuk rasa yang jumlahnya jauh lebih banyak dari pada pengamanan mulai brutal/anarkis dengan melempar batu dan memukul dengan tangkai bendera yang telah dipersiapkan.
“Melihat hal tersebut Kapolres Kendari memerintahkan para masa aksi dalam jangka waktu 5 menit untuk mundur dan membubarkan diri namun tidak dihiraukan bahkan makin menjadi. Kebrutalan masa aksi untuk peringatan keduakalinya masih tidak diindahkan maka dari pihak kepolisian menembakan gas air mata yang membuat para petugas pengamanan pontang panting, maka kesempatan itulah yang dipergunakan masa aksi semakin brutal,” terangnya.
“Mereka juga sudah antisipasi gas air mata dengan menaruh pasta gigi di pipi mereka sehingga massa punya kesempatan untuk melempar dan memukul petugas utamanya Anggota Pol PP sehingga terjadilah saling kejar kejaran dan lempar batu serta tongkat yang tidak terhindarkan karena masa aksi memukul terlebih dahulu, merusak gasebo, melempari gedung kantor sampai kaca jendela pecah sehingga dari pihak kepolisian atas perintah pimpinan mereka melepaskan semprotan air melalui water canon maka banyak yg terkena semprotan dan kelelahan lari keliling akhirnya terbaring pingsang, bahkan ada beberapa orang yg bertahan terpaksa digotong secara paksa oleh petugas untuk dikeluarkan dari halaman kantor gubernur, tetapi secara sengaja seperti yang beredar di media sosial sangat jauh karena pada kejadiannya pengamanan bukan hanya Satpol PP tapi ada Kepolisian bahkan dari Satuan Brimob,” tandasnya.