Catatan sang Jurnalis bagian I
Oleh : Muhammad Asbar Alfaddhin
Publik Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam beberapa waktu terakhir dicengangkan dengan karut marut antar pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra, H. Ali Mazi SH. dan Dr. Lukman Abunawas M.Si. Pemicunya, dikarenakan pelantikan 42 jabatan administrator eselon III lingkup Pemprov Sultra yang dilaksanakan oleh Gubernur Sultra Ali Mazi
Lukman Abunawas merasa kecewa tak dilibatkan pada pengisian jabatan dan pelantikan, sebaliknya Ali Mazi menyampaikan pelantikan tersebut merupakan hak prerogatif seorang Gubernur.
Meskipun kejadian tersebut, hanya bagian dinamika suatu organisasi dalam hal ini Pemerintahan Sultra, namun menjadi bola panas dimata Masyarakat. Tentunya, dapat melahirkan berbagai opini. Terlebih keduanya baru dilantik seumur jagung.
Bila menoleh kepemimpinan sebelumnya, dalam kurun 10 tahun selama dua periode berturut-turut pasangan Dr. H. Nur Alam SE, M.Si. dan Brigjen TNI. H. M. Saleh Lasata (NUSA) tak pernah terdengar retak , Gubernur dan Wakil Gubernur ini, selalu nampak mesra-mesra saja.
Sebagai jurnalis yang berjob desk di Pemprov Sultra, yang dituntut oleh media tempat saya bekerja untuk selalu mengapdate informasi dilingkup Pemprov Suktra, tentu menjadikan saya mengenal kedua sosok Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra.
Dimulai dari 2013. Dengan seiringnya waktu, membuat saya sediki banyak mengetahui tentang gaya kepemimpinan Nur Alam dan Saleh Lasata. Keduanya bagai laut dan pasir, senantiasa bersama-sama menghadapi pecahan ombak, bersama-sama merasakan lelehan senja dan saling melengkapi dari masa ke masa.
Dalam setiap momen apapun itu, entah peresmian, pemaparan keberhasilan, dan lain sebagainya Nur Alam tak pernah lupa mengakui dan memuji sang wakil yang menurutnya tak pernah lelah mendampinginya dalam menahkodai Sultra ini.
Suatu ketika, diekspos 9 tahun kepemimpinan NUSA. Nur Alam blak-blak kan soal Saleh lasata. Dimata Nur Alam sosok Saleh Lasata selain sebagai Wakil Gubernur, Saleh Lasata yang tua 25 tahun darinya dianggap sebagai orang tua baginya.
“Selama ini kami sudah menjalankan tugas dan fungsi kami, tanpa dinodai oleh suatu hal yang bisa merusak hubungan kami,” kata Nur Alam waktu itu.
Bagi saya, inilah salah satu kunci menjaga kemesraan dengan Saleh Lasata. meskipun memiliki hak prerogratif, namun besarnya rasa penghargaan dan kominmen yang kuat kepada Saleh Lasata sehingga dalam menentukan arah pembangunan dan kebijakan termaksud program strategis lainnya selalu atas persetujuan bersama
Waktu itu 6 Juli 2017, malam sebelumnya Nur Alam telah ditahan di Jakarta. Sejumlah jurnalis bertemu Saleh Lasata untuk meminta komentar terkait pemanahan 01 Di Sultra, namun sayangnya ia enggan berkomentar banyak. Nampaknya Saleh Lasata begitu terpukul, sehingga ia memilih cerita lepas kepada kami, hampir semua isi perasaan beliau saat bersama Nur Alam dikenangnya.
Mulai dari usuran organisasi hingga urusan pribadi, keduanya hampir selalu bertukar fikiran. Menurut Saleh Lasata memang benar rahasia keduanya terlahir dari komunikasi dan komitmen yang baik.
Saleh Lasata membeberkan meskipun dirinya selalu menempatkan posisi sebagai wakil gubernur, namun Nur Alam dalam menentukan kebijakan strategis selalu atas pertimbangannya, meskipun kadang telat namun selalu didiskusikan kepadanya.
“Tak banyak yang tahu, bila kedekatan saya dengan beliau lebih dari sepasang gubernur dan wakil gubernur, kami diikat dengan rasa persahabatan dan persaudaraan. Sewaktu kampanye periode ke dua di Wilayah Kab. Bombana kami tidur diatas tempat tidur tentara yang kecil itu (Folding Bed) berdua. Disepanjang malam kami bercerita untuk Sultra ini. Saya akan fokus pada wewenang yang telah diamanatkan melanjutkan visi misi kami dengan Bapak Nur Alam,” katanya dengan mata yang berkaca-kaca waktu itu.
Cerminan kemesraan keduanya, sangat terlihat saat Nur Alam telah ditahan, di tatanan birokrasi hampir tak ada yang berubah, dalam menentukan kebijakan lainnya di akhir-akhir kepemimpinan NUSA. Meskipun telah menjabat sebagai pelaksana tugas Gubernur namun Saleh Lasata tetap berkomunikasi dengan baik kepada Nur Alam. Bahkan sampai di hal terkecilpun Saleh Lasata tidak melakukan perubahan, seperti tetap berkantor diruang kerjanya dan tetap mengendarai mobil dinesnya dengan plat DT 02.
Dari sisi kolerasi dengan pers, pada setiap kegiatan ketika keduanya turut hadir, Saat hendak diwawancarai, Saleh Lasata selalu mengarahkan para jurnalis untuk terlebih dahulu meminta tanggapan Nur Alam.
Menentukan hal terkecil sekalipun dapat mempengaruhi tatanan organisasi itu. Bagi saya, Keistimewaan pasangan Nur Alam dan Saleh Lasata selama satu dasawarsa memimpin Sultra terletak pada arah pandang dan komitmen bersama, tak hanya dengan fikiran namun dengan perasaanpun juga dilibatkan.
Dengan bekal inilah, Nur Alam dan Saleh Lasa dapat memenuhi tanggung jawab mereka sewaktu berkampanye. Mereka berhasil membangun RSUD Bahteramas, Tower Bank Sultra, Mesjid Al Alam, Jembatan Teluk Kendari, Peningkatan Kinerja Pegawai dengan pemberian TPP, Sultra Cerdasku, dengan bantuan beasiswa pendidikan, dan sejumlah program lainnya.
Komitmen dan dedikasi pemimpin dan orang yang dipimpin yang dibangun diatas budaya kualitas hanya akan berguna apabila terfokus kepada kepentingan organisasi
Yang dimaksud dengan fokus kepada kepentingan organisasi disini ialah tekad dan upaya bersama yang tertujuh kepada penguatan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi. Penguatan organisasi begitu penting sebab dengan demikian, organisasi akan berkembang dan membawa dampak positif kepada semua peserta didalamnya.
Prinsip ini selaras dengan pernyataan mendiang presiden Amerika serikat, John F. kennedy, “Jangan tanyakan apa yang dapat dibuat negara bagi anda, tetapi tanyakanlah apa dapat anda buat bagi negara”
Bukan sekedar hak prerogatif dan komitmen sewaktu mengikuti Pemilu. Tetapi, komitmen kepada kepentingan organisasi ternyata begitu penting karena akan meneguhkan upaya bersama bagi keberhasilan bersama.***
Penulis adalah Direktur Utama PT Fajar Sultra Intermedia (Media Online Fajarsultra.com)