PT GMS Dinilai Makin Mempertontonkan Dugaan Mallproseduralnya

Kendari,-FS Ketua DPC Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kendari, Mukmon menilai pernyataan kuasa hukum PT. GMS, Andre Dermawan cukup konservatif, dan makin mempertontonkan ke publik bahwa persoalan ini keras dugaan mallprosedural, khususnya terkait analisis mengenai dampak lingkungan (Amndal) dan administrasi menyangkut izin lainya.

Menurut dia, jika kuasa hukum GMS membaca aturan UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil, yang telah diganti dengan UU RI No. 1 tahun 2014 pada Bab VI (Enam), Pasal 36 Huruf K, minimal tidak ia bisa sedikit tahan diri.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Bram Barakatino ini menjelaskan, pasal itu cukup jelas menyebutkan bahwa dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah pesisir, yang secara tekhnis dapat merusak ekologis, sosial, budaya dan menimbulkan kerusakan lingkungan serta merugikan masyarakat sekitarnya.

“Desa Tue-Tue itu masuk kategori wilayah pesisir, bahayanya lagi status wilayah konservasi,” ujar Bram. Kamis (26/04/2018)

Bahkan, kata dia, kuasa hukum PT. GMS terlampau gegabah menanggapi apa yang diutarakan lelaki berkepala plontos ini, soal status Tue-tue sebagai kawasan pesisir dan potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan, serta dampak buruk yang akan dirasakan para petani maupun nelayan.

“Pospera itu bukan organisasi ecek ecek. Harusnya pihak GMS lebih teliti. Pospera itu organisasi nasional,” ungkap Bram.

Olehnya itu, pihaknya sudah mengerahkan smua anggotanya untuk mengumpulkan semua data – data. Dirinya juga menggaransi persoalan GMS akan dibawa ke pusat.

“Tanggal 10 Mei mendatang kami akan menggelar loka karya pertambangan. Nara sumbernya itu dari Kementerian ESDM, LHK, DPR RI Komisi pertambangan yang juga dewan pembina DPP Pospera, serta Presidium PENA 98 juga PPNS KLHK. Saya akan bahas khusus soal GMS ini nantinya,” beber Bram.

Dia juga menambahkan, keras dugaan DPRD Provinsi Sultra dan ESDM propinsi  “main mata” dalam persoalan ini. Pihaknya juga suda konsultasi banyak bersama konsultan hukum lingkungan. Sejatinya,  ESDM terlalu gegabah menerbitkan perpanjangan IUP GMS, karena salah satu desa yang juga masuk dalam wilayah IUP tersebut masuk kategori pesisir. Lalu bagaimana dengan Amndalnya?.

Untuk itu, dalam waktu dekat pihaknya selaku ketua Pospera Kota Kendari akan kerahkan tiga PAC, guna mempertanyakan perihal ini ke ESDM Propinsi, dengan estimasi masa sebanyak 500.

“GMS akhir-akhir ini saya liat makin konyol. Kuat dugaan saya bahwa aksi masyarakat mendukung tambang itu semua di mobilisasi dan didanai oleh perusahaan tambang tersebut. Saya suda kirim beberapa tim investigasi ke Laonti, mereka benar-benar pastikan bahwa mayoritas masyarakat memang menolak kehadiran tambang ini,” tambahnya.

Ditegaskan Bram, bahwa Pospera akan tetap kawal persoalan ini sampai ke pusat, dan bisa dipastikan IUP yang kini dikantongi GMS wajib di korscek PPNS KLHK, KESDM.

Dirinya berharap, agar masyarakat Laonti yang kini lagi tertekan tetap tenang, Pospera Kota Kendari akan tetap memperjuangkan apa yang rakyat butuhkan.

“Siapa bilang di Laonti tidak ada aktivitas pertanian? Mungkin baiknya pihak GMS baca dulu data BPS Konsel,” pangkas Bram.

Diinfokan sebelumnya, Pospera Kota Kendari menduga PT GMS menabrak aturan dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Namun menurut Andre Darmawan hal tersebut merupakan bentuk opini sebab tanpa data.

In the news
Load More