oleh : H. Belli HT.
Akhir-akhir ini, kita sebagai anak-anak Sulawesi Tenggara (Sultra) dipertontonkan sebuah pertunjukan yang manis dari sebuah proses politik dan pemerintahan.
Bukan kali ini di Sultra ada Pelaksana Tugas (Plt). Baik Plt Gubernur dan Plt Bupati. Ketika Nur alam terkena kasus hukum, Saleh Lasata di tugaskan oleh menteri dalam Negeri sebagai Plt. Tugas Gubernur Sulawesi Tenggara sampai berakhirnya masa jabatan Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Tenggara 18 Februari 2018.
Dan hari ini kita mencatat, selama kurang lebih 7 bulan sebagai Plt. Gubernur hampir tidak ada riak-riak yang menganggu jalannya roda pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Demikian pula apa yang ditunjukkan dengan La Bakry di Kabupaten Buton. Ketepatan dalam bersikap Plt Bupati, menunjukkan kualitas seorang La Bakry. Tak ada gejolak berarti di Pemerintahan kabupaten Buton. Semua berjalan seperti biasa. Tak ada perpecahan di level birokrasi. Tak ada pertentangan di akar rumput.
Apa yang dilakukan Saleh Lasata dan La Bakry menunjukkan contoh yang baik bagaimana idealnya seorang wakil kepala daerah bersikap. Dalam konteks ini, sikap La Bakry patut kita hargai. Beliau ada dalam sebuah dilema. Perintah peraturan perundang-undangan dan bagaimana harus menjagakeharmonisan dengan Umar Samiun. Biar bagaimanapun juga, Umar Samiun masih memiliki taring dan kuku di Kabupaten Buton.
Sebenarnya masalah sisi mana yang harus dikedepankan oleh La Bakry. Tak ada pilihan buat La Bakry selain menjalankan perintah untuk segera dilantik. Dia harus dilantik atau sangsi menderanya.
Namun body Languange La Bakry yang menunjukkan keenggannya untuk dilantik sebagai Bupati definitif menunjukkan kesetiaan dan solidaritas kepada Umar Samiun, sahabat yang sama-sama disumpah sebagai Bupati dan wakil bupati Buton 2017 – 2022. Namun setelah ini, semua akan bergulir seperti biasa, bussiness as usual. Setelah beliau menjadi 01 definitif dan Umar samiun tidak lagi menjadi Bupati , “konsultasi” ataupun sharing untuk pembangunan buton masih tetap bisa dilakukan dengan Umar Samiun.
Sikap La Bakry ini bisa meredam potensi gejolak yang ada di buton. Sikap ini memberi sinyal kepada masyarakat luas bahwa “tak ada yg perlu dikhawatirkan, saya (La Bakry. red) tetap kompak dengan Umar Samiun” atau bias juga orang menerjemahkan “orangnya Umar Samiun”.
Terserah para pengamat mau bilang apa. Keamanan dan ketertiban didaerah harus menjadi pertimbangan utama dalam bernegara dan berpemerintahan.
Inilah sebuah tradisi cantik yang diwariskan oleh Saleh Lasata dan alhamdulillah La Bakry bisa melanjutkan tradisi tersebut. Ketika pasangan kita sedang dilanda masalah, sudah seharusnya keharmonisan dan kepentingan masyarakat harus kita kedepankan tanpa harus memanfaatkan setiap peluang yang muncul didepan mata.
Sebagai anak Sultra, saya memilih bersikap bangga terhadap La Bakry, karena tidak banyak contoh baik di Sultra dalam konteks hubungan antara 01 dan 02. Setelah Saleh Lasata, besok kita akan saksikan lagi seorang 01 yang dilantikan yang tidak diiringi suka cita oleh yang dilantik, tapi diringi dengan tetesan air mata.
Penulis adalah Dosen STIE 66 Kendari.